Selasa, 21 April 2009

Dorama Vs Sinetron

Bagi para DORAMA-MANIA, pasti sudah tidak asing lagi dengan kata ‘Dorama’. Istilah yang sering dipakai dalam review artikel2 drama Jepang. Kali ini yang akan dibahas adalah fenomena menjamurnya drama Jepang di pertelevisian Indonesia dan ampak yang membuntutinya. Sekarang, mari kita ingat2 lagi dorama apa yang telah tayang di Indonesia.sebagai pioner, mungkin bisa dibilang OSHIN-lah yang membuka mata kita tentang tayangan dari Jepang. Mulai dari sini, sudah banyak pemirsa2 yang jatuh cinta dan akhirnya membuka jalan bagi dorama2 lainnya seperti Ordinary People, Let’s Go to School, Anything for You, In the Name of Love, Rindu-Rindu Aisawa, Just the Way We Are, Tokyo Cinderella Story, Under the Same Roof, Tokyo Love Story, 101 Proposal, sampai yang baru-baru ini ditayangkan seperti Suzuran, Itazura na Kiss, Long Vacation, Love Generation, Anchor Woman, Beach Boys, Perfect Love, Kamisama Mou Sukoshi Dake, Melody of the Heart, Virtual Girl, Shotgun Marriage, Majo no Jouken, dll.
Popularitas dorama di mata masyarakat Indonesia walau berjalan lambat, pasti arah tujuannya yaitu mengarah ke perkembangan yangn lebih baik. Secara bertahap, dorama hadir dan siap menghibur para pemirsa melalui layar kaca, namun tetap saja ada saat2 dimana dorama seakan akan menghilang dan luput dari rincian para pengusaha televisi. Penggemar dorama bergembira, bersukaria, ramai-ramai mereka mengelu-elukan stasiun televisi yang berani menayangkan dorama. Tetapi kemudian, secara serentak berramai-ramai pula mereka kembali ‘mengelu-elukan’ stasiun televisi, bukan karena gembira melainkan menumpahkan kekesalan melainkan karena pihak stasiun televisi akhir-akhir ini malah menayangkan sinetron2 yang mempunyai unsur2 intrinsik skenario yang sama. Mulai dari alur, setting, perwatakan, dll.
Dimulai dari gegernya dorama-mania saat promo iklan sinetron Pelangi di Matamu [PdM] pertama kali di tayangkan. Kasak kusuk tentang adanya penjiplakan pada sinetron inipun tersiar. PdM mengisahkan t5entang adanya suster bisu-tuli yang jatuh cinta pada seorang dokter tampan. Tentunya masyarakat awam tidak mempertanyakan dari mana, bagaimana, dan oleh siapa sinetron ini dibuat. Yang mereka tahu adalah duduk dengan santai di depan televisi dan menikmati hiburan-hiburan yang disajikan. Walau begitu, ada saebagian dari kita yang langsung teringat akan dorama Hoshi no Kinka [HnK] / Die Sternaler / Heaven’s Coins. Sama seperti pengikutnya, Hnk memang menceritakan tentang perjuangan seorang suster tuli yang dengan segala keterbatasannya berusaha merebut hati sang dokter. Kemudian sinetron Ciuman Pertama [CP], lagi2 hanya dengan melihat promo iklannya sekali saja sudah dapat membuat otak kita bekerja,, “Mirip apa iach,, kyk pernah liat?”. Tidak aneh, karena CP memang mirip... mirip... mirip... bahkan terlalu mirip dengan dorama Itazura na Kiss [Ink]. Beberapa adegan akan di paparkan di sini sebagai perbandingan. Saat dorama dimulai, InK menampilkan Aihara Kotoko [Sato Aiko] berdiri di koridor sekolah dan saat bersimpangan di koridor, secara tak sengaja ia menabrak Irie Naoki [Kashiwabara Takashi] dan menciumnya tepat di bi2r! Begitu juga dengan CP, suatu kemiripan yang sangat sulit dibayangkan jika terjadi secara tidak sengaja. Inti awal percintaan InK adalah saat adegan pertama ini, tidak mungkin jika ada sebuah sinetron yang secara tidak sengaja juga menampilkan adegan penting yang sama dalam skenario mereka tanpa ‘apa-apa’ di dalamnya. Kemudian kesamaan ada saat kotoko yang dengan spontan melihat papan nama Irie ketika mengetahui rumah teman ayahnya adalah rumah Naoki juga, hanya ada sedikit perbedaan, apa yang dilihat Chelsea [tokoh utama dalam CP] bukanlah papan nama, tetapi nomor rumah! Tentu saja, karena memasang papan nama keluarga di Indonesia bukanlah hal biasa. Perbandingan yang paling mudah adalah dimana tokoh Naoki [InK] berubah menjadi Niki [CP], nah lho?
Setelah itu, Pelangi di Matamu 2 [PdM2]. Begitu PdM habis masa tayangnya, dan dilampiri dengan informasi kalau akan ditayangkan PdM2, kembali para dorama-mania menajdikan hal ini sebagai hit topic dalam pembicaraan mereka. Berbagai spekulasi dilontarkan dan satu hal yang mereka yakin bahwa PdM2 akan menjiplak dorama lagi. Salah satu kandidat dorama yang akan menjadi korban adalah Hoshi no Kinka 2 [HnK2] / Die Sternaler 2 / Heaven’s Coins 2. Namun, seiring dengan perkembangan, berbagai info kembali mencuat di komunitas dorama-mania. PdM2 akan mengambil skenario Kamisama Mou Sukoshi Dake [KMSD] / God, Please Give Me a Little Mire Time. Dan sekarang kita saksikan bagaimana PdM2 begitu mirip dengan KMSD.
Satu lagi yang sempat hebih di kalangan sinetron adalah Opera SMU [OPSMU] yang diberitakan menjiplak Great Teacher Naomi [GTN]. Misalnya saat adegan seoranng siswi dipaksa lompat dari bianglala, atau saat adegan Ibu Guru Sonya pertama kali masuk ke dalam kelas dan memperkenalkan diri. Apalagi ditambah karakter kepala sekolah yang ‘ho’oh’ mulu kalau terjadi sesuatu dalam sekolahnya.
Yang lainnya??? Wah... bisa dibilang ‘daftar hitam’ yang ada itu panjang. Tapi, silakan merinci daftar itu sendiri. Beberapa judul dorama yang bisa dicari buntutnya antaralain Heaven’s Coin 3 dan Majo no Jouken. Terlihat jelas kok!!
Banyak pertanyaan yang timbul seiring dengan ditayangkannya sinetron2 tsb. Salut mendengar hal tersebut, ternyata masih ada insan perfilman Indonesia yang menghargai hasil jerih payah orang lain. Selain itu, intuk meng-counter sinetron2 jiplakan tersebut, dorama-dorama originalnyapun ditayanngkan. Rasanya seperti ‘ditelanjangi’ di depan public. Jelas2 kalau ditayangkannya dorama asli, tambah menjadikan bukti kalausinetron kita sekarang ini kurang kreativitas dan malah menorehkan citra buruk. Mungkin tidak apa2 kalau sinetron itu diadaptasi dengan perizinan yang jelas secara hukum. Tapi kenyataannya??? Disinggung soal penjiplakan saja sudah seribu kalimat sanggahan yang keluar. Tema boleh sama, tapi pengembangan ide haarus adan donk!! Nah, sekarang terserah pada masing2 dari kita, akankah kita mnedukung versi asli produk impor atau versi ‘mirip’ produk nasional?? ^o^
Ditulis oleh : Miyako Komatsu

0 komentar: