Selasa, 21 April 2009

SHIZEN


Japanese Nature

Jepang adalah negara kepulauan yang relatif kecil. Memiliki luas kurang lebih 378.000 km2, hanya kurang dari 20% luas wilayah Indonesia. Namun, negeri ini begitu kaya nakan keindahan alam dan budaya, yang tetap eksis di tengah modernisasi yang berkembang sangat pesat. Jepang termasuk negara asia yang memiliki 4 musim. Alam dan musim amat berpengaruh dalam kehidupan dan kebudayaan Jepang sejak dahulu. Musim turut menentukan waktu yang tepat untuk mulai menanam dan menuai panen di ladang atau mencario ikan di laut. Kedekatan penduduk Jepang dengan musim tercermin dari beragam festival dan perayaan yang berhubungan dengan musim, seperti Aki Matsuri di musim gugur atau Enburi Matsuri di musim dingin. Bahkan mekarnya bunga sakurapun menjadi event tahunan yang ditunggu-tunggu setiap musim semi.
Meskipun Jepang kini sudah sangat Modern dan dikelilingi peralatan canggih, penduduknya masih mencintai alam. Orang kota sering menghabiskan waktu liburan di tempat2 wisata alam seperti laut, gunung, atau onsen. Di daerah pedesaan, bertani dan beternak masih menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk. Hasil alam Jepang dapat kita lihat dan nikmati melalui cita rasa nihon ryuri, masakan khas Jepang. Mulai dari sayuran khas seperti rumput laut dan rebung hingga hasil laut segar yang diolah mentah menjadi Sushi. Alam dan keindahan musim yang terus berganti telah menjadi inspirasi bagi seni dan buidaya Jepang. Lukisan dan seni Print Jepang serta puisi banyak menggambarkan keindahan pegunungan maupun laut. Seni berkebun Jepang dan bonsai banyak terilhami dari keharmonisan alam. Bahkan warna kimono pun beraneka macam, corak dan motif bunga2 dan tetumbuhan sesuai dengan musimnya, serta aneka binatang seperti burung bangau, ikan dan kupu2.
Walaupun memiliki keindahan, alam Jepang tidaklah terlalu ramah. Gunung tertinggi di Jepang, gunung Fuji, tercatat pernah meletus sebanyak 18 kali, terakhir tahun 1707. Gempa pun sudah menjadi hal lumrah di Jepang karena daratannya terletak di atas pertemuan 3 lapisan tektonik, yang setiap tahunnya bergeser 1-2 cm. Kondisi ini juga menyebabkan ada banyak Onsen di Jepang. Namun, semua itu tidak membuat masyarakat Jepang putus asa. Mereka bahkan menciptakan berbagai macam sarana untuk memperkecil akibat dari bencana gempa. Dengan teknologinya, Jepang pun sudah rajin mendaur ulang sampahnya dan mampu menciptakan berbagai benda dari sampah daur ulang tersebut.
Sei Shonagon, penulis wanita bangsawan di akhir abad ke-10, mengekspresikan keindahan 4 musim dalam esainya yang berjudul Makura no Soshi, yang diterjemahkan secara bebas berikut ini :
Kala musim semi, adalah waktu fajar. Ketika puncak pegunungan memutih perlahan, menjadi benderang dengan latar cakrawala awan keunguan.
Malam adalah yang terindah di musim panas, amat menyenangkan tidak hanya saat bulan muncul, tetapi juga ketika malam gelap, saat kunang-kunang beterbangan. Bahkan di waktu hujan pun menyenangkan.
Di musim gugur, kala senja. Saat terindah adalah ketika pegunungan ditimpa sinar matahari terbenam nan cemerlang, sekawanan gagak – berdua, bertiga, berempat – bersiap untuk terbang. Lebih indah lagi sekelompok angsa liar yang terbang jauh, nampak bagai titik-titik di langit senja... dan ketika matahari sudah tenggelam, terdengar suara serangga dan desau angin.
Saat musim dingin, pagi harilah yang terindah. Ketika salju turun sejak semalam. Embun beku begitu putih dan dingin. Kesan yang hanya dapat terlukiskan oleh api pendiangan yang segera dinyalakan, arang yang membara menghangatkan seisi ruangan. Ketika hari beranjak siang dan udara menghangat, yang tertinggal hanyalah segemggam abu di perapian...

Ditulis oleh : Miyako Komatsu

0 komentar: