Minggu, 11 Oktober 2009

MEMOAR SEORANG GEISHA


Anda tahu Geisha? Yap, geisha adalah semacam pelacur Jepang, tetapi dalam buku ini Anda akan tahu lebih dalam mengenai kehidupan seorang Geisha Jepang pada tahun 1930-an. Meskipun temanya adalah cerita seorang pelacur, namun buku ini jauh dari kesan vulgar dan porno. Buku ini menceritakan beratnya kisah hidup Geisha yang bernama Nitta Sayuri, sejak kecil ketika ia dijual ke okiya, rumah geisha. Menjadi seorang Geisha tidak hanya diperlukan wajah cantik dan tubuh yang aduhai — Arthur di sini mendefiniskah Geisha sebagai seniman –, namun perlu keahlian khusus mengenai kimono yang rumit dan berlapis-lapis, ikatan obi (selendang besar yang mengikat kimono di perut), bagaimana memainkan shamishen (gitar bersenar tiga yang bisa dipecah-pecah), riasan make-up super tebal, riasan rambut super rumit, hingga cara menuang sake semenarik mungkin.

Bagaimana dengan ceritanya sendiri? Dimulai dari kisah seorang anak kecil dari Yoroido bernama Chiyo-chan yang dijual ke rumah geisha oleh Tuan Tanaka. Di sana Chiyo menjalani kehidupan sebagai pelayan okiya yang ditindas oleh Hatsumomo, geisha satu-satunya okiya tersebut. Pada akhirnya ia tidak tahan dan mencoba kabur, namun usaha kaburnya ini malah membawanya terancam seumur hidup untuk menjadi pelayan okiya karena Ibu okiya telah menghentikan pendidikannya.

Hingga suatu saat ketika Chiyo menangis meratapi nasibnya di tepi sungai Shirakawa, ia dihibur oleh petinggi Iwamura Elektrik, yang dipanggil Ketua. Terpesona dengan Ketua, Chiyo bertekad untuk berjuang menjadi Geisha top dengan harapan suatu saat ia akan bisa menjadi danna atau isteri simpanan Ketua. Perjuangan berlanjut ketika ia dan kakak Geisha-nya, Mameha, mesti bersaing dengan geisha-geisha lain untuk menjadi Geisha ternama. Musuh utamanya tentu saja geisha yang serumah dengan Chiyo: Hatsumomo yang juga telah mengambil adik: Labu. Labu adalah sahabat Chiyo, namun ketika Chiyo (nama Geishanya adalah Sayuri) diadopsi oleh ibu okiya, persahabatan mereka hancur.

Alur ceritanya menurut saya sangat biasa untuk ukuran novel. Kebanyakan alur maju dengan sedikit variasi flashback yang sederhana. Di awal-awal malah cenderung membosankan. Bagian yang paling menarik hanyalah saat Sayuri dan kakaknya Mameha berseteru dengan Hatsumomo. Mameha berusaha memperkenalkan Sayuri agar mendapatkan harga Mizuage tertinggi, sedangkan Hatsumomo berusaha mematahkannya agar adiknya, Labu, yang sukses dan menginjak Sayuri. Oh iya, Mizuage adalah ketika keperawanan seorang Geisha dijual kepada penawar yang tertinggi. Nilai mizuage Sayuri ketika 1930 adalah 11.500 yen, memecahkan rekor yang dipegang Mameha, 7000 yen. Kejutan-kejutan pada novel ini juga sangat biasa, tak bisa dibandingkan dengan Da Vinci Code atau Angels and Demons. Satu-satunya hal yang membuat saya tertarik membaca novel ini sampai habis adalah novel ini sarat informasi mengenai seluk-beluk Geisha dan budaya Jepang.

Ada pertanyaan menarik di akhir novel ini. Pertanyaan yang diajukan kepada pengarang, Apakah geisha itu pelacur? Menurut Arthur Golden, geisha yang disebut geisha sumber air panas di tempat peristirahatan jelas pelacur. Namun geisha seperti yang disebutkan dalam novel adalah geisha yang benar-benar mahir dalam memainkan shamishen, banyaknya pengetahuan dalam upacara minum teh, dan sebagainya. Geisha dianggap gagal jika ia tidak memiliki seseorang yang menjadi penyandang hidupnya, atau danna. Jadi menurut Arthur Golden, geisha semacam ini lebih cenderung sebagai isteri simpanan, bukan pelacur.

Bahan bacaan lanjut:

•Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Memoirs_of_a_Geisha
•Film Memoirs of Geisha: www.helloziyi.us/Movies/memoirs-of-a-geisha.htm

0 komentar: